Menu
 

Industri jasa keuangan syariah nasional sebagai industri yang baru bertumbuh memerlukan dukungan dari otoritas dan stakeholders terkait. Dukungan tersebut sangat diperlukan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan regulasi dan sistem pengawasan yang efektif, infrastruktur keuangan yang lengkap dan berbagai kegiatan edukasi, pengembangan pasar dan perlindungan konsumen yang komprensif.
Sejalan dengan hal itu, sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam UU No.21 tahun 2011 tentang OJK, Dewan Komisioner OJK telah menetapkan Peraturan Dewan Komisioner OJK tentang pembentukan Komite Pengembangan Jasa Keuangan Syariah (KPJKS). KPJKS dibentuk untuk memenuhi kebutuhan perlunya koordinasi yang efektif serta sinergi secara eksternal dan internal baik lintas lembaga juga lintas sektor.

Koordinasi dan sinergi antara OJK dengan lintas lembaga pembuat kebijakan diharapkan dapat tercipta dengan baik di antara lembaga terkait yang menjadi unsur anggota di dalam KPJKS. Koordinasi internal antarkompartemen di dalam OJK dalam pengembangan sektor jasa keuangan syariah yang terdiri dari perbankan, industri jasa keuangan syariah non-bank dan pasar modal syariah juga diharapkan dapat berjalan secara sinergis dan terintegrasi.

KPJKS memiliki fungsi pokok memberikan masukan dan rekomendasi kebijakan yang bersifat strategis dan operasional di bidang pengembangan sektor jasa keuangan syariah kepada OJK dan lembaga pemerintah dan non-pemerintah terkait. KPJKS beranggotakan 24 orang dari internal dan eksternal OJK dengan ketua komite adalah Ketua Dewan Komisioner OJK. Anggota KPJKS dari internal OJK terdiri dari Ketua dan Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, tiga Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan, IKNB dan Pasar Modal, anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
Anggota KPJKS dari eksternal OJK terdiri dari 8 (delapan) anggota wakil ex-officio lembaga pemerintah dan non-pemerintah setingkat eselon 1, yaitu dari Kement
erian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bank Indonesia, Majelis Ulama Indonesia, PP Muhammadiyah, PB Nahdatul Ulama dan Ikatan Akuntan Indonesia; serta sembilan tokoh, ulama dan akademisi yang mewakili unsur masyarakat dari berbagai disiplin keilmuan dan latar belakang keahlian.

Komite yang dibentuk oleh OJK ini terdiri dari tokoh nasional sebagai wakil ex-officio lembaga yaitu:
Din Sjamsuddin (KetuaUmum MUI dan PP Muhammadiyah), Said Aqil Siradj (Ketua Umum Pengurus Harian Tanfidziyah PB NU), Nasaruddin Umar (Wakil Menteri Agama), Mualimin (Dirjen Perundang-undangan Kemenkumham), Andin Hadiyanto (Kepala BKF Kemenkeu), Halim Alamsyah (Deputi Gubernur BI), KH Maruf Amin (Ketua BPH DSN-MUI), M. Jusuf Wibisana (Ketua DSAK Syariah IAI) dan sejumlah tokoh perseorangan di bidang ekonomi dan syariah, yaitu Hendri Saparini, Muhammad Syafii Antonio, Komaruddin Hidayat, dan lain-lain.

Pada sambutan dalam acara peresmian dan rapat perdana KPJKS Senin, 10 Agustus 2014, di Jakarta, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad menegaskan kembali komitmen dan arah strategis OJK dalam mempercepat  perkembangan industri jasa keuangan syariah nasional, meningkatkan ketahanan dan daya saing industr
i jasa keuangan syariah.

Muliaman menjelaskan bahwa saat ini OJK sedang intensif menyusun master plan pengembangan sektor jasa keuangan syariah yang akan menjadi roadmap dan strategi pengembangan ke depan, dan mempercepat penyempurnaan berbagai regulasi dan sistem pengawasan yang efektif untuk industri jasa keuangan syariah, mendorong pengembang infrastruktur dan jasa pendukung, serta secara kontinu melakukan program edukasi dalam rangka meningkatkan pemahaman dan literasi masyarakat terhadap jasa keuangan syariah.

Kita menyadari bahwa menumbuhkembangkan industri jasa keuangan syariah menjadi usaha yang berdaya saing, memiliki ketahanan dan dapat berkontribusi secara optimal dalam pembangunan ekonomi nasional memerlukan koordinasi dan kerjasama yang efektif antar berbagai lembaga pemerintah dan non-pemerintah terkait jelas Muliaman.

Lebih jauh Muliaman memaparkan bahwa industri jasa keuangan syariah Indonesia yang saat ini baru mencapai kisaran 5-8% pangsanya memiliki ruang bertumbuh yang relatif luas. Hal ini ditopang oleh masih besarnya lapisan masyarakat lapis bawah yang belum terjamah layanan jasa keuangan formal, semakin meningkatnya jumlah middle-class yang memiliki income relatif besar yang membutuhkan instrumen investasi dan layanan jasa keuangan yang beragam, serta masih besarnya kebutuhan pembiayaan berbagai sektor usaha termasuk pembiayaan proyek-proyek skala besar yang seharusnya dapat digarap oleh industri jasa keuangan syariah.

Oleh karena itulah OJK terus berupaya untuk menciptakan iklim kondusif bagi bertumbuhnya industri jasa keuangan syariah. Untuk itu OJK secara periodik melakukan review dan analisis kondisi pasar dan kegiatan usaha lembaga-lembaga keuangan syariah agar dapat ditetapkan kebijakan dan regulasi yang efektif dapat mendorong perkembangan sektor jasa keuangan syariah.

Perkembangan terkini keuangan syariah untuk total aset perbankan syariah sampai dengan Mei 2014 Rp 250,55 triliun, aset asuransi syariah sampai dengan Mei 2014 Rp 19,26 triliun, aset  pembiayaan syariah sampai dengan Juni 2014 Rp 23,49 triliun, saham syariah sampai dengan Juli 2014 Rp 2.955, 79 triliun, sukuk korporasi sampai dengan Juli 2014 Rp 6,96 triliun, reksa dana syariah sampai dengan Juli 2014 Rp 9,51 triliun, dan Sukuk Negara sampai dengan Juli 2014 Rp 179,10 triliun.
SUMBER

Posting Komentar

 
Top